Kamis, 02 Mei 2013

Girlphobia


     Koridor depan SMA 18 Mojokerto pada waktu istirahat cukup ramai oleh para siswa yang bersendau gurau dan mengobrol ria dengan teman mereka masing-masing. Aku berjalan santai sambil melafadzkan dzikir menuju ke kantin latansa. Langkahku terhenti sejenak ketika kudengar suara yang kuyakini milik Lita, Ratu SMA 18, memanggil, “Hai Kevin!” dan tanpa menoleh ke sumber suara aku mengambil langkah seribu dan sampai di kantin dengan ekspresi seperti orang yang dikejar-kejar setan. Andi yang duduk disampingku bertanya, ”Ada apa Vin?” nafasku yang masih Senin-Kamis belum mampu menjawab, ”Pasti digoda cewek-cewek genit itu ya!” lanjut Andi karena sudah tahu kebiasaanku dan aku cuma bisa mengangguk ya.
    
     * * *

     Namaku Muhammad Kevin, Ketua Rohis di-SMA 18 Mojokerto. kejadian di atas merupakan hal yang sangat biasa terjadi dalam hidupku. Hampir seluruh cewek di sekolahku tahu hal itu, sebagian dari mereka mencoba mendekatiku untuk menggodaku atau sekadar berusaha untuk menyentuhku, aku pasti langsung ngacir kabur meninggalkan wajah-wajah yang kecewa atau puas dengan reaksi dariku.
     Kejadian di atas masih mendingan jika dibandingkan dengan saat pertama kalinya rapat Rohis diadakan setelah aku dilantik menjadi ketua perkumpulan pelajar yang ingin memajukan islam di sekolah kami. Susunan ruang rapat yang belum pernah berubah sejak pertama kali dipakai oleh Rohis generasi pertama, dimana tempat duduk wakil ketua berdampingan dengan ketua, harus rela berubah tatanannya menempatkan kursi wakil ketua agak jauh karena wakilku adalah cewek, Lutfia Elyawati. Meskipun Lutfia merupakan anak seorang ustadz dan tidak mungkin melakukan hal yang macam-macam, tetap saja aku menginginkan agar dia menjaga jarak dariku.
     Sikap aneh itu oleh teman-temanku disebut dengan sindrom takut cewek atau lebih kerennya girlphobia, aku tak ambil pusing dengan julukan itu karena, meskipun mereka memujiku atau malah menghinaku, tidak akan mengubah sikapku yang anticewek.
    
     * * *

     “Vin, kamu tu kenapa sih kok takut banget sama yang namanya cewek?” Tanya Ahmad saat belajar kelompok di rumahku. Aku yang sedang mengerjakan soal-soal matematika tidak menjawab pertanyaannya.
     “Emangnya cewek-cewek di sekolah kita ngelakuin apa aja sama kamu?” Ahmad bertanya lagi dengan intensitas yang lebih tinggi karena masih penasaran dan aku lagi-lagi tidak menjawab karena masih sibuk dengan soal trigonometrinya Pak Suntoro, guru baik yang bisa menjadi killer bila ada perintahnya yang tidak dikerjakan.
     “Eh Kevin! Orang tanya baik-baik kok malah diacuhin!” ujar Ahmad setelah batas kesabarannya hampir terlampaui.
     Setelah kututup buku tulis dan kurapikan alat-alat tulisku, kujawab pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan, ”Kamu tahu bahwa setiap orang punya prinsip yang tidak dapat diganggu-gugat".
     Setelah berpikir sejenak Ahmad menjawab, ”Ya, aku tahu itu, tapi hubungannya apa?” dengan tarikan nafas yang cukup panjang kujawab, “Prinsipku adalah tidak berdekat-dekatan dengan cewek karena takut akan bahaya zina".
     “Lho, emangnya berdekatan dengan cewek sudah disebut zina ya?” sambut Ahmad, “Perasaan yang dinamain zina itu cuma making love deh?” lanjut Ahmad heran.
     “Meskipun zina dalam arti sebenarnya adalah making love, tapi larangannya juga untuk hal-hal yang bisa menghantarkan pada zina sebenarnya, seperti pacaran atau berdekatan dengan cewek, kalau iman tidak kuat ditambah iming-iming dari setan, bisa-bisa bablas deh,” ujarku dengan gaya seperti orator yang sedang berada diatas podium.
     Ahmad cuma bisa mengangguk-angguk, entah tanda ia tahu atau malah tidak memahami yang kubicarakan barusan. Tapi anggukannya tidak beratahan lama, karena Dia mulai berbicara lagi, “Lho, Lutfia kan anaknya Ustadz Taufiq yang terkenal alim dan dia juga alim dan bisa menjaga diri, masa berdekatan dengannya juga nggak boleh?”
     “Lutfia itu berjenis kelamin cewek kan?”
     “Iya, tapi kan dia nggak sama dengan cewek yang lain yang genit” jawab Ahmad seraya menyebutkan nama cewek seperti Melisa, Dhea, Silvy, Tiara dan lain-lain yang terkenal cantik tapi minim agama.
     “Eits, pembicaraan tentang masalah ini sudah kuanggap selesai karena prinsip tetaplah prinsip, tidak dapat diubah-ubah,” potongku seraya mengalihkan pembicaraan ke tugas yang belum selesai.
    
     * * *

     Rupanya prinsip yang telah ku pegang teguh sejak kecil mulai mendapatkan ujian. Banyak teman yang tidak suka kepadaku menghasut dan menyebarkan isu bahwa aku adalah gay, homoseksual karena aku tidak mau mendekati seorang cewek pun. Awalnya aku tenang-tenang saja, soalnya aku tidak ambil pusing dengan apa yang mereka tuduhkan, toh banyak juga yang tahu sebenarnya. Tetapi, setelah isu itu menyebar tak terkendali sehingga sekolah-sekolah lain tahu, muncul kemarahanku yang selama ini bagaikan macan yang sedang tidur. Bagaimana tidak, gara-gara isu itu, nama SMA 18 Mojokerto semakin tercemar karena menurut pandangan mereka sekolahku yang terkenal bermutu kok ketua Rohisnya gay.
     Sebagai tindak lanjut, kuhubungi redaksi majalah sekolah agar memasukkan profil tentang diriku disertai dengan ulasan mengapa aku tidak mau mendekati cewek seperti yang pernah kujelaskan kepada Ahmad. Tidak hanya sekolahku, sekolah-sekolah lain yang ketua OSIS atau Rohisnya kukenal, kumintai tolong untuk memberikan info yang sebenarnya tentang diriku. Aku sangat berterima kasih kepada mereka karena ternyata mereka masih mempercayaiku meskipun isu yang mencemarkan nama baikku sudah menyebar bak cendawan saat musim hujan.
     Pernyataanku direspon baik oleh mereka yang telah terhasut. Sebagian dari mereka berusaha menemuiku untuk konfirmasi dari berita yang telah diterima. Bahkan, ada sekelompok cewek yang berusaha memojokkan diriku untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka seputar hubungan antara cewek dan cowok dalam Islam dan pertanyaan terakhir sebelum mereka meminta maaf dan meninggalkanku dengan persaaan segan adalah,” Kalau memang prinsipmu begitu, apakah kamu nggak pernah deket dengan cewek selamanya?” Tanya salah seorang dengan wajah penuh harap dan tanpa ragu kujawab dengan pernyataan, “Prinsipku tidak akan berlaku bagi perempuan yang halal bagiku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar